Kisah Nyata
Cerita Horor Malam Jumat: Gadis Berpayung Merah
Di penghujung musim kemarau, hujan mulai mengguyur wilayah Jogja dan sekitarnya. Tidak terlalu deras, hanya sebatas rintik-rintik saja. Namun suasana itu setidaknya sudah cukup bisa membuat orang yang putus cinta dilanda galau tak berkesudahan.
Hal itulah yang dirasakan oleh Parno (bukan nama sebenarnya). Ia baru saja diputuskan oleh Marni (juga nama samaran) dengan alasan sudah tidak ada lagi kecocokan diantara mereka. Persis seperti alasan selebritis ketika bercerai dengan pasangannya.
Parno bekerja sebagai satpam di sebuah pabrik yang letaknya di selatan kota Jogja. Sedangkan rumahnya berada tak jauh dari gunung Api Purba yang sedang nge-hits itu. Jadi ia harus naik-turun gunung setiap harinya agar mulut tetap bisa ngebul. Maklum, Parno ini perokok berat. Dalam satu hari ia bisa habis 3 bungkus rokok Djarum 76. Apalagi kalau sedang stress seperti saat ini, bisa habis 4 sampai 5 bungkus.
Hari itu adalah hari Kamis Wage dalam penanggalan Jawa. Parno ingat betul karena itu adalah weton kelahirannya. Ia kebagian shift pagi, dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore. Usai serah terima dengan shift siang, Parno tidak langsung pulang. Ia menunggu hujan reda sambil klempas-klempus ngudud 76.
“Belum pulang no?”
“Eh pak Joko, belum pak. Ini masih nunggu hujan reda.” Pak Joko ini atasan Parno.
“Hati-hati lho, jangan pulang kemaleman. Ini kan malam Jumat.”
“Tenang pak. Saya kan sudah biasa naik turun gunung setiap hari. Malem ataupun siang sama aja. Lagian, jalan Jogja-Wonosari sekarang kan rame pak.”
“Iyo, tapi iki malam Jumat Kliwon. Biasanya kan beda. Horor-horor gimana gitu.”
“Ah, pak Joko ki iso wae le meden-medeni.”
Jelang magrib hujan akhirnya reda. Setelah menghabiskan nyaris setengah bungkus rokok, Parno pamitan pulang dengan teman-temannya di pos jaga.
Sepeda motor Parno melaju pelan. Maklum, motornya keluaran tahun 1996, jadi dengan usia dua dasawarsa lebih bisa dibayangkan bagaimana kondisinya saat ini. Begitu sampai di Piyungan, sayup-sayup terdengar suara adzan Magrib dari masjid. Bebarengan dengan itu turun hujan gerimis.
Jam memang masih menunjukkan angka 17.38. Tapi langit mendung sore itu membuat suasana menjadi lebih gelap dari biasanya. Bukannya berhenti untuk sholat, Parno tetap meneruskan perjalanannya. Tanggung, sebentar lagi nyampe. Begitu pikirnya.
Suasana semakin gelap begitu melewati tugu perbatasan Gunungkidul-Bantul di bukit bintang. Mungkin karena sedang gerimis, Bukit Bintang yang biasanya ramai pengunjung itu kondisinya sepi.
Kurang lebih 200 meter dari tugu selamat datang, Parno melihat seorang perempuan berdiri di pinggir jalan. Perempuan itu melambaikan tangan seolah menyetop bus. Karena tak ada kendaraan lain selain motor Parno, ia pun lantas menghampiri perempuan itu.
“Ada apa mbak?”
“Mas, bisa minta tolong?”
“Tolong apa?”
“Saya habis dari tempat saudara, udah setengah jam disini tapi gak ada bus yang lewat. Saya boleh numpang gak mas?”
“Memang mbak mau kemana?”
“Putat mas.”
“Oh, kebetulan. Satu jalur sama saya. Ya udah ayuk.”
Sebenarnya Parno sempat ragu. Perempuan itu sebenarnya cantik. Tapi mukanya agak pucat. Ia mengenakan pakaian seperti buruh pabrik dan membawa payung merah. Sempat merinding, namun Parno akhirnya mau lantaran melihat ada logo sebuah Bank Swasta di payung merah itu.
Di jalan mereka sempat ngobrol. Hujan rintik-rintik menemani perjalanan mereka. Hingga akhirnya mereka tiba di tujuan.
“Rumah kamu yang mana?”
“Masuk ke dalam mas.”
“Jauh?”
“Lumayan.”
“Ayolah tak anter, kasihan kamu. Gelap gitu.”
Gadis berpayung merah itu kembali naik ke motor Parno. Mereka melewati jalan kampung yang gelap sekali. Hanya ada sedikit rumah disana. Kiri dan kanan jalan kebanyakan kebun pisang dan bambu. Setelah beberapa waktu lamanya mereka tiba di rumah si gadis berpayung merah. Rumah itu sederhana, dan tidak terkesan horor seperti di cerita-cerita seram.
“Akhirnya sampai juga yaa.”
“Makasih ya mas sudah mau jauh-jauh mengantar kesini.”
“Iya gapapa kok. Tapi kok sepi gini yaa?”
“Maklum mas, ini pinggiran kampung. Mas mau mampir dulu?”
“Gak usah, saya langsung saja. Mau ada acara ini sama teman-teman.”
Gadis itu lantas mengeluarkan uang dari kantongnya.
“Eh apa ini, saya kan bukan ojek.” Parno menolaknya.
“Tapi ini kan jauh mas.”
“Gak-gak. Saya ikhlas kok. Kasihan lihat kamu tadi sendirian.”
Gadis itu kemudian mengeluarkan pulpen dari saku bajunya. Ia terlihat menuliskan sesuatu di uang itu.
“Ini nama sama no hp saya mas. Mohon diterima.” katanya sambil tersenyum.
“Nah kalau ada tulisannya seperti ini saya baru mau. Kebetulan hpku lowbat. Hehehe.”
Tak ada yang aneh di perjalanan pulang. Hanya saja Parno sedikit kebingungan karena jarak dari rumah menuju jalan utama cukup jauh. Untungnya di sebuah perempatan jalan ia bertemu dengan beberapa pemuda yang tengah main catur di sebuah gardu. Ia pun menghentikan sepeda motornya untuk bertanya.
“Permisi mas, mau tanya. Kalau jalan menuju ke jalan utama lewat mana ya?”
“Oh lurus aja pak, nanti ada pertigaan belok kiri terus aja udah ketemu jalan besar. Emank bapak darimana?”
“Nganter temen pak ke sana.” Jari tengah Parno menunjuk ke arah tempat dia tadi mengantar si gadis berpayung merah.
Pemuda yang tengah ngeronda itu pun saling bertatapan.
“Mas nganter siapa?”
“Saya gak tahu namanya, rumahnya ada di ujung kebun sana.”
“Mas, disana gak ada rumah. Rumah terakhir yaa di belakang pos ronda ini. Yakin mas? Namanya teman mas siapa?”
Parno tadi memang tidak sempat berkenalan. Tapi ia ingat gadis itu memberinya uang yang di dalamnya ada nama sama no hpnya. Parno lantas mengeluarkan uang itu dari sakunya.
“Astagfirullah haladzim.”
“Ada apa mas?” Para pemuda yang sedang main catur itu langsung mendekati Parno.
“Ini tadi saya dikasih uang sama gadis yang tak antar. Di sini ia tuliskan nama sama no hpnya.”
Bulu kuduk Parno berdiri. Begitu juga dengan para pemuda yang tengah meronda.
“Di sana itu cuma kuburan pak, tidak ada rumah lagi.”
“Astagfirullah…untung saja saya langsung pamit.”
Parno pun turun dari sepeda motornya. Ia dibuatkan kopi oleh salah satu pemuda agar bisa menenangkan diri. Diambilnya sebatang rokok dari kantong celana. Ia nyalakan dan hisap dalam-dalam sambil meratapi kejadian yang baru menimpanya.
“Mas jam berapa yaa sekarang?” Tanya Parno ke salah satu pemuda.
“Jam setengah 1 mas, lhah memang mas ketemu gadis itu dimana?”
“Ya Allah. Saya ketemu gadis itu di dekat tugu perbatasan. Pas habis adzan magrib. Pantes rasanya lama sekali perjalanan tadi.”
Normalnya, waktu tempuh dari tugu perbatasan ke tempat tujuan si gadis berpayung merah dengan sepeda motor hanya sekitar 25 menit. Tapi malam itu Parno menghabiskan waktu 6 jam untuk itu.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Parno? Wallahualam.
Inspirasi
Cara Elegan Menolak Ajakan Bukber Saat Ramadan
Salah satu adat tradisi saat ramadan yang tak boleh terlewatkan adalah bukber alias buka bersama. Undangan untuk buka bersama ini ada banyak macamnya, biasanya sih berbau reuni. Mulai dari bukber alumni TK ABA, bukber alumni SD Inpres, bukber alumni SMP satu atap, bukber alumni SMA Maju Jaya sampai bukber alumni kos murah belakang kampus.
Walaupun menyajikan nuansa nostalgia, tapi tak semua orang senang dengan adanya undangan bukber itu. Banyak hal yang bisa dijadikan alasan seperti ketemu mantan ataupun kantong sedang pas-pasan.
Buat kamu yang sedang kebingungan mencari alasan untuk menolak ajakan bukber, ijinkan kami untuk memberi sedikit solusinya.
- Katakan saja sedang kejar setoran
Ini adalah alasan paling klasik tapi sangat masuk akal. Kebutuhan untuk merayakan hari raya idul fitri tentu lebih berharga daripada sebuah undangan buka bersama. Kamu bisa bilang sedang sibuk banget di tanggal itu untuk kejar setoran demi kantong yang aman saat lebaran. Niscaya teman-temanmu akan memahaminya.
2. Bilang kalau di tanggal itu kamu sudah ada jadwal bukber lain
Sebagai manusia biasa kamu tentu tak bisa membelah diri layaknya amoeba. Oleh karena itu kamu tinggal bilang saja kalau sudah ada jadwal bukber lain yang terlanjur sudah disepakati. Kecil kemungkinan teman-temanmu akan mengganti jadwal bukbernya demi menyesuaikan jadwalmu. Kecuali kamu orang penting seperti bupati atau walikota.
3. Kamu tidak libur di tanggal yang ditentukan
Pekerjaan tetaplah nomer satu, sebab pekerjaanlah yang akan memberimu THR, bukan buka bersama. Jadi kamu katakan saja kalau kamu tidak libur saat hari-H. Teman-temanmu mungkin bisa memahaminya.
4. Gak boleh orang tua
Alasan ini bisa kamu pakai untuk kamu yang berusia kurang dari 17 tahun. Restu orang tua sangatlah penting dalam melakukan apapun. Jadi dengan beralasan tidak mendapat izin orang tua, teman-temanmu pasti akan mengerti. Paling juga kamu dicap anak mami. Tapi abaikan saja, sebab sebaik-baik seorang anak adalah ia yang taat dan patuh kepada orang tuanya.
5. Fokus belajar
Puasa tahun ini bertepatan dengan momen ujian semester di beberapa sekolah. Jadi kamu bisa memakai alasan ingin fokus belajar. Klasik sih, tapi dipadukan dengan alasan nomer 4 diatas akan menjadi suatu alasan ampuh untuk menolak ajakan bukber. Jangankan cuma buat menolak ajakan bukber, fokus belajar juga bisa digunakan buat memutus pacar!
Jika setelah menolak ajakan bukber dengan 5 alasan diatas kamu terus dihujat ataupun dibully, terima saja. Yang penting kamu sudah punya alasan untuk menghindari ajakan buka bersama yang kamu tidak suka itu. Cuma alasan di atas sebaiknya jangan digunakan untuk menghindar saat ada ajakan buka bersama di panti asuhan, bisa kehilangan pahala nanti.
Inspirasi
Seorang Kakak Tunda Wisuda Selama 21 Tahun! Ternyata Alasannya Sangat Inspiratif
Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk wisuda? 3 tahun, 4 tahun, atau malah 7 tahun? Baru-baru ini beredar viral di sosial media seorang pria yang baru wisuda setelah menjalani proses panjang selama 21 tahun. Bukan S2 ataupun S3, tapi ini adalah wisuda S1!
Kisah tersebut dibagikan oleh akun facebook Sudarling Laoddang. Dalam foto yang diunggahnya, terlihat ia berpose dengan kakaknya yang mengenakan pakaian wisuda lengkap dengan toga.
Di dalam captionnya ia menjelaskan panjang lebar bagaimana kakaknya berhasil menggunakan baju kebanggaan tersebut. Kisah tersebut bermula pada tahun 2000 ketika ibunya meninggal dunia. Sudarlin Laoddang adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Tahun itu merupakan tahun ketiga kakaknya kuliah.
Laoddang sendiri baru duduk di kelas 3 SMP dan adiknya kelas 1 SMP. Usai ditinggal meninggal ibunya, kehidupan keluarga Laoddang berubah. Kakaknya mau tak mau harus menjadi tulang punggung keluarga. Pada awalnya, kakak Laoddang memutuskan kuliah sambil bekerja agar bisa terus menyekolahkan adik-adiknya.
Namun setelah dijalani, hal itu sangatlah berat untuk dilakukan. Kakak Laoddang akhirnya memutuskan untuk berhenti kuliah demi fokus bekerja agar adik-adiknya bisa melanjutkan sekolah. Singkat cerita, tahun 2004 Laoddang lulus SMA dan disusul adiknya pada tahun 2006. Usai lulus SMA, keduanya langsung melanjutkan kuliah.
Di tahun 2007 kakak Laoddang menikah. Beruntungnya, ia mendapatkan istri yang pengertian dengan kondisi keluarga kakak Laoddang yang serba pas-pasan. Meskipun penghasilan kakak Laoddang tidak besar, tapi ia mampu menyisihkan penghasilannya untuk membantu kuliah adik-adiknya hingga selesai.
Titik balik terjadi pada tahun 2012 ketika Laoddang sukses lulus S2 dan adiknya menikah. Perjuangan kakak Laoddang menyekolahkan kedua adiknya tidak sia-sia. Namun pada tahun 2013 kakak Laoddang memutuskan untuk berhenti bekerja dan membangun usaha baru. Meski sempat tertatih-tatih, akhirnya usaha baru kakak Laoddang tersebut berhasil sukses.
Usahanya berkembang pesat dengan sukses membuka beberapa cabang di luar kota. Sambil meneruskan usahanya, kakak Laoddang kembali melanjutkan kuliahnya yang tertunda. Hingga pada akhirnya di tahun 2019 ini ia berhasil lulus kuliah.
Ternyata selalu ada balasan bagi yang bekerja keras dan ikhlas mengerjakan. Perjuangan kakak Laoddang untuk bekerja dan berhenti kuliah demi menyekolahkan adik-adiknya mendapat balasan yang manis dari Tuhan, yakni kesuksesan usahanya dan hingga berhasil melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda selama 21 tahun.
Sebuah kisah perjalanan hidup yang sangat menginspirasi. Selamat yaa kakak Laoddang…
Inspirasi
Cerita Pilu Dibalik Kisah Seekor Simpanse yang Diajak Terbang Pilot Tampan
Beberapa hari yang lalu viral sebuah video di instagram yang memperlihatkan seorang pilot mengajak terbang seekor simpanse. Berbeda dengan kebanyakan pilot lain yang menempatkan hewan di kandang atau kotak khusus, pilot bernama Anthony Caere ini memangku simpanse tersebut di kokpit pilot.
Tentu saja video yang diunggah sang pilot lewat akun instagramnya tersebut menuai banyak pujian dari netizen. Diketahui bahwa Anthony Caere bekerja sebagai pilot di Taman Nasional Virunga Kongo. Simpanse yang dibawanya itupun masih tergolong “bayi” karena baru berusia 6 bulan.
Tapi tahukah kamu bahwa Anthony Caere itu tidak sedang jalan-jalan dengan baby simpanse? Ya, Caere sedang mengevakuasinya. Dalam beberapa wawancara Caere menyebutkan bahwa ia mengambil simpanse tersebut karena telah menjadi “yatim piatu” usai keluarganya dibunuh oleh pemburu liar.
Para pemburu liar tersebut membunuh simpanse dewasa untuk diambil dagingnya. Sedangkan yang masih bayi akan dijual. Untuk menghilangkan rasa traumatis simpanse, Caere lantas memangkunya selama perjalanan di pesawat yang dikemudikannya.
“Sebagaimana seekor bayi, Mussa (nama bayi simpanse) masih butuh kasih sayang dan pelukan dibandingkan dengan kurungan atau tali untuk mengikatnya. Saya tidak mau lagi dia merasa tertekan dengan tali ketat ditubuhnya ataupun kandang kecil, setelah kejadian buruk yang dialaminya,” ungkap Anthony yang dilansir dari detik.com (27/04/2019).
Proses evakuasi ini bukan pertama kalinya dilakukan oleh Caere. Sebagai petugas di taman nasional, ia sudah puluhan kali melakukannya. Kecintaan pada dunia hewan membuatnya sepenuh hati melakukan tugas itu.
Dari akun instagramnya kita dapat melihat bagaimana Anthony Caere mencintai binatang. Bahkan di unggahan terakhirnya terlihat ia memperlakukan Mussa seperti seorang bayi manusia dengan menggendongnya. Sungguh seorang manusia yang mampu memberikan kedamaian di tengah banyaknya perburuan liar terhadap hewan di belantara Afrika.